1. Pohon Rumbia / Pohon Sagu
|
||||||||||||||
Metroxylon rumphii M. squarrosum |
Sebagaimana gebang, rumbia berbunga dan berbuah sekali (monocarpic) dan sudah itu mati. Karangan bunga bentuk tongkol, panjang hingga 5 m. Berumah satu (monoesis), bunga rumbia berbau kurang enak.
Ekologi dan penyebaran
Rumbia menyukai tumbuh di rawa-rawa air tawar, aliran sungai dan tanah bencah lainnya, di lingkungan hutan-hutan dataran rendah sampai pada ketinggian sekitar 700 m dpl. Pada wilayah-wilayah yang sesuai, rumbia dapat membentuk kebun atau hutan sagu yang luas.2. Pidada Merah
|
||||||||||||||
Sonneratia acida L. |
Daun-daun tunggal, berhadapan, bundar telur terbalik atau memanjang, 5–13 cm × 2–5 cm, dengan pangkal bentuk baji dan ujung membulat atau tumpul. Tangkai daun pendek dan seringkali kemerahan.
Bunga sendirian atau berkelompok hingga 3 kuntum di ujung ranting. Kelopak bertaju 6 (jarang 7–8), runcing, panjang 3–4,5 cm dengan tabung kelopak serupa cawan dangkal di bawahnya, hijau di bagian luar dan putih kehijauan atau kekuningan di dalamnya. Daun mahkota merah, sempit, 17-35 mm × 1,5-3,5 mm. Benangsari sangat banyak, panjang 2,5–3,5 cm, putih dengan pangkal kemerahan, lekas rontok. Tangkai putik besar dan panjang, tetap tinggal sampai lama.
Buah buni berbiji banyak berbentuk bola pipih, hijau, 5–7,5 cm diameternya dan tinggi 3–4 cm, duduk di atas taju kelopak yang hampir datar. Daging buah kekuningan, masam asin, berbau busuk.
Ekologi
Pidada merah kerap didapati di hutan-hutan bakau di bagian yang bersalinitas rendah dan berlumpur dalam; di sepanjang tepian sungai dan juga di rawa-rawa yang masih dipengaruhi pasang-surut air laut. Buah pidada terapung dan dipencarkan oleh aliran air.Seperti umumnya pidada, bunga pidada merah mekar di malam hari. Bunga ini mengandung banyak nektar, yang disukai oleh kelelawar dan ngengat, yang datang menyerbukinya. Pidada merah berbunga dan berbuah sepanjang tahun.
3. Eceng Gondok
Klasifikasi ilmiah | ||||||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
|
||||||||||||||
Nama binomial | ||||||||||||||
Eichhornia crassipes (Mart.) Solms
Eceng gondok atau enceng gondok (Latin:Eichhornia
crassipes) adalah salah satu jenis tumbuhan air mengapung.
Selain dikenal dengan nama eceng gondok, di beberapa daerah di Indonesia,
eceng gondok mempunyai nama lain seperti di daerah Palembang
dikenal dengan nama Kelipuk, di Lampung dikenal dengan nama Ringgak, di Dayak dikenal dengan
nama Ilung-ilung, di Manado dikenal dengan nama Tumpe.[1]
Eceng gondok pertama kali ditemukan secara tidak sengaja oleh seorang ilmuwan
bernama Carl
Friedrich Philipp von Martius, seorang ahli botani
berkebangsaan Jerman
pada tahun 1824 ketika sedang melakukan ekspedisi di Sungai
Amazon Brasil.[2]
Eceng gondok memiliki kecepatan tumbuh yang tinggi sehingga tumbuhan ini
dianggap sebagai gulma
yang dapat merusak lingkungan perairan. Eceng gondok dengan mudah menyebar
melalui saluran air ke badan air lainnya.
Eceng gondok hidup mengapung di air dan kadang-kadang berakar dalam tanah.
Tingginya sekitar 0,4 - 0,8 meter. Tidak mempunyai batang. Daunnya tunggal dan
berbentuk oval. Ujung dan pangkalnya meruncing, pangkal tangkai daun
menggelembung. Permukaan daunnya licin dan berwarna hijau. Bunganya termasuk
bunga majemuk, berbentuk bulir, kelopaknya berbentuk tabung. Bijinya berbentuk
bulat dan berwarna hitam. Buahnya kotak beruang tiga dan berwarna hijau.
Akarnya merupakan akar serabut.[1]
Habitat
Eceng gondok tumbuh di kolam-kolam dangkal, tanah basah dan rawa, aliran air
yang lambat, danau, tempat penampungan air dan sungai. Tumbuhan ini dapat
beradaptasi dengan perubahan yang ekstrem dari ketinggian air, arus air, dan
perubahan ketersediaan nutrien, pH, temperatur dan racun-racun dalam air.[3]
Pertumbuhan eceng gondok yang cepat terutama disebabkan oleh air yang
mengandung nutrien yang tinggi, terutama yang kaya akan nitrogen, fosfat dan potasium
(Laporan FAO).
Kandungan garam dapat menghambat pertumbuhan eceng gondok seperti yang terjadi
pada danau-danau di daerah pantai Afrika
Barat, di mana eceng gondok akan bertambah sepanjang musim hujan
dan berkurang saat kandungan garam naik pada musim
kemarau
|
4. Nipah
|
||||||||||||||
Nypa fruticans
|
Sebagaimana rumbia
(Metroxylon spp.), batang pohon nipah menjalar di tanah, membentuk rimpang yang
terendam oleh lumpur.
Hanya roset
daunnya yang muncul di atas tanah, sehingga nipah nampak seolah-olah tak
berbatang. Akar serabutnya dapat mencapai panjang 13 m. Karena perakaran
nipah ini hanya terletak dalam lumpur yang sifatnya labil maka rumpun-rumpun
nipah dapat dihanyutkan oleh air sampai ke laut.
Dari rimpangnya muncul daun-daun majemuk menyirip khas palma, tegak atau hampir tegak, menjulang hingga 9 m di atas tanah. Panjang tangkainya 1-1,5 m; dengan kulit yang mengkilap dan keras, berwarna hijau pada yang muda dan berangsur menjadi cokelat sampai cokelat tua sesuai perkembangan umurnya; bagian dalamnya lunak seperti gabus. Anak daun berbentuk pita memanjang dan meruncing di bagian ujung, memiliki tulang daun yang di sebut lidi (seperti pada daun kelapa). Panjang anak daun dapat mencapai 100 cm dan lebar daun 4-7 cm. Daun nipah yang sudah tua berwarna hijau, sedangkan daunnya yang masih muda berwarna kuning, menyerupai janur kelapa. Banyaknya anak daun dalam tiap ental mencapai 25-100 helai.
Karangan bunga majemuk muncul di ketiak daun, berumah satu, dengan bunga betina terkumpul di ujung membentuk bola dan bunga jantan tersusun dalam malai serupa untai, merah, jingga atau kuning pada cabang di bawahnya. Setiap untai mempunyai 4-5 bulir bunga jantan yang panjangnya mencapai 5 cm. Bunga nipah jantan dilindungi oleh seludang bunga, namun bagian yang terisi serbuk sari tetap tersembul keluar. Bunga nipah betina berbentuk bulat peluru dan bengkok mengarah ke samping. Panjang tangkai badan bunga mencapai 100-170 cm. Tandan bunga inilah yang dapat disadap untuk diambil niranya. Empat hingga lima bulan sejak keluarnya bunga nipah, tandan bunga tersebut dapat disadap. Pada saat ini pengisian biji sedang aktif, maka bila dilakukan penyadapan pasti akan dapat memperoleh jumlah nira yang maksimal.
Buah tipe buah batu dengan mesokarp bersabut, bulat telur terbalik dan gepeng dengan 2-3 rusuk, coklat kemerahan, 11 x 13 cm, terkumpul dalam kelompok rapat menyerupai bola berdiameter sekitar 30 cm.[2] Struktur buah mirip buah kelapa, dengan eksokarp halus, mesokarp berupa sabut, dan endokarp keras yang disebut tempurung. Biji terlindung oleh tempurung dengan panjangnya antara 8-13 cm dan berbentuk kerucut. Dalam satu tandan, buahnya dapat mencapai antara 30-50 butir, berdempetan satu dengan yang lainnya membentuk kumpulan buah bundar. Buah yang masak gugur ke air dan mengapung mengikuti arus pasang surut atau aliran air hingga tersangkut di tempat tumbuhnya. Kerap kali buah telah berkecambah senyampang dihanyutkan arus ke tempat yang baru.
Dari rimpangnya muncul daun-daun majemuk menyirip khas palma, tegak atau hampir tegak, menjulang hingga 9 m di atas tanah. Panjang tangkainya 1-1,5 m; dengan kulit yang mengkilap dan keras, berwarna hijau pada yang muda dan berangsur menjadi cokelat sampai cokelat tua sesuai perkembangan umurnya; bagian dalamnya lunak seperti gabus. Anak daun berbentuk pita memanjang dan meruncing di bagian ujung, memiliki tulang daun yang di sebut lidi (seperti pada daun kelapa). Panjang anak daun dapat mencapai 100 cm dan lebar daun 4-7 cm. Daun nipah yang sudah tua berwarna hijau, sedangkan daunnya yang masih muda berwarna kuning, menyerupai janur kelapa. Banyaknya anak daun dalam tiap ental mencapai 25-100 helai.
Karangan bunga majemuk muncul di ketiak daun, berumah satu, dengan bunga betina terkumpul di ujung membentuk bola dan bunga jantan tersusun dalam malai serupa untai, merah, jingga atau kuning pada cabang di bawahnya. Setiap untai mempunyai 4-5 bulir bunga jantan yang panjangnya mencapai 5 cm. Bunga nipah jantan dilindungi oleh seludang bunga, namun bagian yang terisi serbuk sari tetap tersembul keluar. Bunga nipah betina berbentuk bulat peluru dan bengkok mengarah ke samping. Panjang tangkai badan bunga mencapai 100-170 cm. Tandan bunga inilah yang dapat disadap untuk diambil niranya. Empat hingga lima bulan sejak keluarnya bunga nipah, tandan bunga tersebut dapat disadap. Pada saat ini pengisian biji sedang aktif, maka bila dilakukan penyadapan pasti akan dapat memperoleh jumlah nira yang maksimal.
Buah tipe buah batu dengan mesokarp bersabut, bulat telur terbalik dan gepeng dengan 2-3 rusuk, coklat kemerahan, 11 x 13 cm, terkumpul dalam kelompok rapat menyerupai bola berdiameter sekitar 30 cm.[2] Struktur buah mirip buah kelapa, dengan eksokarp halus, mesokarp berupa sabut, dan endokarp keras yang disebut tempurung. Biji terlindung oleh tempurung dengan panjangnya antara 8-13 cm dan berbentuk kerucut. Dalam satu tandan, buahnya dapat mencapai antara 30-50 butir, berdempetan satu dengan yang lainnya membentuk kumpulan buah bundar. Buah yang masak gugur ke air dan mengapung mengikuti arus pasang surut atau aliran air hingga tersangkut di tempat tumbuhnya. Kerap kali buah telah berkecambah senyampang dihanyutkan arus ke tempat yang baru.
Tempat tumbuh dan penyebaran
Nipah tumbuh di bagian belakang hutan bakau, terutama di dekat aliran sungai yang memasok
lumpur ke pesisir.
Palma ini dapat tumbuh di wilayah yang berair agak tawar, sepanjang masih
terpengaruh pasang-surut air laut yang mengantarkan buah-buahnya yang
mengapung. Di tempat-tempat yang sesuai, tegakan nipah membentuk jalur lebar
tak terputus di belakang lapisan hutan bakau, kurang lebih sejajar dengan garis
pantai. Nipah mampu bertahan hidup di atas lahan yang agak kering atau yang
kering sementara air surut.
Palma ini umum ditemukan di sepanjang garis pesisir Samudera Hindia hingga Samudera Pasifik, khususnya di antara Bangladesh hingga pulau-pulau di Pasifik. Nipah termasuk jenis tumbuhan yang terancam punah di Singapura.
5. Bambu
Palma ini umum ditemukan di sepanjang garis pesisir Samudera Hindia hingga Samudera Pasifik, khususnya di antara Bangladesh hingga pulau-pulau di Pasifik. Nipah termasuk jenis tumbuhan yang terancam punah di Singapura.
5. Bambu
SISTEMATIKA TAKSONOMI
Kingdom : Plantae
Devisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Klas : Monocotiledonae
Ordo : Graminales
Famili : Gramineae
Subfamili : Bambusoideae
Genus : Gigantochloa
Spesies : Gigantochloa apus
Di setiap lokasi begitu banyak bambu
yang tumbuh misalnya didaerah dekat dengan aliran sungai, tebing-tebing ataupun
di pinggir pinggir danau. Jika kita perhatikan pertumbuhan bambu begitu cepat
berkembang di daerah daerah yang dingin dan agak lembab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar